Pendidikan anak usia
dini (PAUD) yang baik dan tepat dibutuhkan anak untuk menghadapi masa depan,
begitulah pesan yang disampaikan Profesor Sandralyn Byrnes, Australia's &
International Teacher of the Year saat seminar kecil di acara Giggle Playgroup
Day 2011, gelaran Miniapolis & Giggle Management, Jumat, 11 Februari 2011
lalu.
Menurut Byrnes, PAUD
akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling
dekat adalah menghadapi masa sekolah. "Saat ini, beberapa taman
kanak-kanak sudah meminta anak murid yang mau mendaftar di sana sudah bisa
membaca dan berhitung. Di masa TK pun sudah mulai diajarkan kemampuan
bersosialisasi dan problem solving. Karena
kemampuan-kemampuan itu sudah bisa dibentuk sejak usia dini," jelas
Byrnes.
Di lembaga pendidikan
anak usia dini, anak-anak sudah diajarkan dasar-dasar cara belajar.
"Tentunya di usia dini, mereka akan belajar pondasi-pondasinya. Mereka
diajarkan dengan cara yang mereka ketahui, yakni lewat bermain. Tetapi bukan sekadar
bermain, tetapi bermain yang diarahkan. Lewat bermain yang diarahkan, mereka
bisa belajar banyak; cara bersosialisasi, problem solving, negosiasi, manajemen
waktu, resolusi konflik, berada dalam grup besar/kecil, kewajiban sosial, serta
1-3 bahasa."
Karena lewat bermain,
anak tidak merasa dipaksa untuk belajar. Saat bermain, otak anak berada dalam
keadaan yang tenang. Saat tenang itu, pendidikan pun bisa masuk dan tertanam.
"Tentunya cara bermain pun tidak bisa asal, harus yang diarahkan dan ini
butuh tenaga yang memiliki kemampuan dan cara mengajarkan yang tepat. Kelas
harusnya berisi kesenangan, antusiasme, dan rasa penasaran. Bukan menjadi ajang
tarik-ulur kekuatan antara murid-guru. Seharusnya terbangun sikap anak yang
semangat untuk belajar," jelas Byrnes.
Contoh, bermain peran
sebagai pemadam kebakaran, anak tidak akan mendapat apa-apa jika ia hanya
disuruh mengenakan busana dan berlarian membawa selang. Tetapi, guru yang
mengerti harus bisa mengajak anak menggunakan otaknya saat si anak berperan
sebagai pemadam kebakaran, "Apa yang digunakan oleh pemadam kebakaran,
Nak? Bagaimana suara truk pemadam kebakaran yang benar? Apa yang dilakukan
pemadam kebakaran? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan ditanyakan untuk
memancing daya pikir si anak," contoh Byrnes.
Selama 7 tahun
meneliti pendidikan anak usia dini di Indonesia, Byrnes juga menemukan sebagian
orangtua memiliki konsep bahwa anak-anak di usia itu sudah bisa berpikir.
"Anak-anak usia dini belum bisa berpikir dengan sempurna seperti orang dewasa.
Anak-anak usia tersebut harus dipandu cara berpikir secara besar, cara
mencerna, dan berdaya nalar. Sayangnya, beberapa lembaga pendidikan anak usia
dini di Indonesia belum mengajarkan mengenaimultiple
intelligences. Ini kembali ke perkembangan latar belakang ahli
didiknya," ungkap Byrnes.
Apa perbedaan
anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan usia dini berkualitas dengan
anak-anak yang tidak belajar? "Di lembaga pendidikan anak usia dini yang
bagus, anak-anak akan belajar menjadi pribadi yang mandiri, kuat
bersosialisasi, percaya diri, punya rasa ingin tahu yang besar, bisa mengambil
ide, mengembangkan ide, pergi ke sekolah lain dan siap belajar, cepat
beradaptasi, dan semangat untuk belajar. Sementara, anak yang tidak mendapat
pendidikan cukup di usia dini, akan lamban menerima sesuatu," terang
Byrnes yang pernah mendapat gelar Woman of the Year dari Vitasoy di Australia.
"Anak yang tidak mendapat pendidikan usia dini yang tepat, akan seperti
mobil yang tidak bensinnya tiris. Anak-anak yang berpendidikan usia dini tepat
memiliki bensin penuh, mesinnya akan langsung jalan begitu ia ada di tempat
baru. Sementara anak yang tidak berpendidikan usia dini akan kesulitan memulai
mesinnya, jadi lamban. Menurut saya, pendidikan anak sudah bisa dimulai sejak ia
18 bulan," tutup Byrnes.
Tahap-Tahap
Perkembangan Pada Anak Usia Dini
1. Level Pertama (0 – 1
tahun)
Anak picky eater (pemilah dalam makan)?
sulit menangkap bola? Takut bermain ayunan atau perosotan? Yuk kita periksa
proses sensori integrasi di level pertama.
Level pertama terjadi
saat anak berusia 0-1 tahun. Tiga hal penting yang terbentuk adalah taktil,
integrasi vestibular dan proprioreseptif, dan gravitationalsecurity.Tactile
memberikan rasa aman dan nyaman terhadap apa yang anak menyentuh dan ketika
disentuh, ini bahkan berpengaruh pada kenyamanannya
bersosialisasikelak.Awaldaritactileadalahkelekatanibudananak.Menyusuidanmenggendong
anak adalah stimulasi yang baik bagi si kecil. Dengan menyusui, bayi akan
menerima informasi suhu tubuh dan tekstur kulit ibu serta tekanan yang ia
rasakan. Ini menjelaskan kenapa bayi hanya benar-benar bisa tenang saat ia
berada di dekat ibunya, karena suhu, tekstur, dan tekanan ibulah yang familiar
dengannya. Anak yang picky eater biasanya punya masalah pada saat menghisap,
dan ini akan terdeteksi ketika anak menyusui.
Bila hisapannya lemah,
otot kunyahnya juga tidak bekerja baik sehingga
kesulitanmemakan
makanan yang dengan tekstur tertentu. Gravitational security juga terbentuk di
level pertama. Pernah dengar larangan menggendong dan mengayun-ayun bayi?
Sebaiknya anda abaikan karena apabila bayi digendong dan diayun maka itu
berarti ia mendapat informasi yang lebih banyak tentang arah dan merasakan
gravitasi, dan karena ia merasa tetap nyaman dalam gendongan, iapun merasa aman
dengan gaya gravitasi. Tak heran kalau nanti di usia 3-4 tahun ia akan dengan
yakin melompat, berayun, dan meluncur. Stimulasi yang ia terima jauh lebih
banyak dibandingkan dengan bayi yang lebih banyak didiamkan saja diranjang atau
stroller. Salah satu integrasi vestibular dan proprioreseptif yang penting di
level ini adalah kontrol gerakan mata. Mainan yang digantung di atas ranjang
bayi bisa berpengaruh pada perkembangan vestibular si kecil. Hindari mainan
yang berputar, pilih mainan yang bergerak kanan-kiri atau depan belakang karena
gerakan ini yang ia butuhkan untuk menstimulasi system vestibularnya, gerak
otot matapun akan terlatih dengan baik dan inilah pondasi untuknya saat belajar
menbaca kelak.Yang ia butuhkan adalah sesuatu yang bergerak sederhana,
kanan-kiri, depan-belakang, atas bawah. Gerakan berputar, apalagi layar
televisi yang bergerak sangat cepat terlalu kompleks dan malah membuat gerak
otot matanya tidak berkembang dengan baik.
Level Kedua(1-2Tahun)
Anak pendiam? Hiperaktif? Enggan mencoba
hal baru? Tidak tertarik dengan mainan atau permainan yang baru? Yuk, kita cek
perkembangan sensori integrasinya di level ini.
Anak usia 1-2 tahun
mulai tertarik pada benda-benda di luar dirinya. Dia mulai suka mencopot ,
memasang, membuka, menutup, mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja. Misalnya
saja saat ia melihat botol berisi air, dia mungkin akan mencoba membukanya
dengan memukul-mukul, membanting, menggigit, dan seterusnya.
Fungsi
taktil,vestibular,dan proprioreseptif sebagai dasar kestabilan emosi berkembang pada
level ini. Sangat penting untuk membiarkannya mencoba banyak hal sehingga
pengalamannya semakin banyak. Bila anak banyak dibatasi, dua perilaku akan
mungkin terbentuk saat ia tumbuh : Pendiam atau hiperaktif. Mungkin dia akan
tampak seperti pendiam, menarik diri, saat berhadapan dengan lingkungan yang
baru. Perilaku ini muncul karena sedikitnya pengalaman membuat ia tak yakin
dengan apa yang harus dilakukan. Iapun menarik diri, seolah-olah ia adalah anak
yang pendiam.
Sebaliknya,
bisa juga ia menjadi hiperaktif karena haus akan pengalaman. Ia tak bisa
menahan dirinya untuk beralih dari satu permainan ke permainan yang lain. Tubuh
kita memang secara alamiah mencari kebutuhannya yang tak terpenuhi.
Persepsi tubuh anak juga
terbentuk di tahap ini. Berdasarkan pengalaman-pengalamannya, anak akan
membentuk peta bagian tubuh di otak. “Data mentah”-nya adalah pengalaman
sensasi dari kulit, otot, sendi, gravitasi, dan reseptor gerak. Pemetaan yang
baik akan menentukan keberhasilan anak dalam melakukan motor planning, yang
berguna dalam kemampuan beradaptasi dengan hal yang tidak dikenal dan belajar
melakukannya secara otomatis.
Apakah
anak tampak tak tertarik saat dibelikan mainan baru? Enggan mencoba atau
menunggu dulu dicontohkan oleh orangtuanya? Apakah anak selalu harus diberi
petunjuk ketika memasuki lingkungan yang baru? Tidak berani berinisiatif?
Coba periksa,
kemungkinan anak tidak mendapat kesempatan eksplorasi di usia 1-2 tahun ini.
Sering dilarang mencoba atau selalu diberi contoh. Ini menyebabkan pemetaan
tubuhnya tidak terbentuk karena tidak pernah ditantang untuk mencoba, gagal,
mengambil kesimpulan…ia tak terbiasa berfikir. Sedikitnya pengalaman membuat ia
tak mampu merencanakan apa yang harus dilakukan saat berhadapan dengan hal
baru.
Level Ketiga (2-5 tahun)
Level ini dijalani
saat anak mulai berinteraksi dengan lingkungannya. Proses yang terjadi adalah
masa perkembangan bicara dan bahasa, pembentukan persepsi visual, penguasaan
tingkat persepsi yang lebih tinggi, merasakan benda melalui menyentuh,
memegang, dan menggerakkannya, serta masa berkembangnya koordinasi
mata-tangan.
Hal penting yang harus
diperhatikan dalam perkembangan bicara dan bahasa adalah, kemampuan bicara dan
berbahasa tidak terjadi begitu saja. Sebelum mengerti kata, anak harus mampu
memperhatikan orang yang berbicara. Sistem vestibular yang berkembang dengan
baik di level sebelumnya membantu anak untuk memproses apa yang ia dengar dan
lihat dengan tepat.
Banyaknya pengalaman
di level sebelumnya akan menjadi bank data dalam membentuk persepsi visual.
Anak di usia ini sudah mengenali apa yang ia lihat, apa yang harus dia lakukan
dengan objek yang ia lihat, dan apabila melihat benda yang baru, berdasarkan
pengalamannya ia akan percaya diri akan apa yang bias dilakukan
terhadapnya.Sebagai perkembangan selanjutnya, ia mulai menguasai tingkat
persepsi yang lebih tinggi. Tak hanya melihat benda, ia juga melihat
hubungannya terhadap benda lain dan latar. Contohnya : ia melihat bola, lapangan,
dan gawang…iapun berlari mengarahkan bola untuk dimasukkan ke gawang. Kali lain
ia melihat bola yang sama, tapi tidak ada gawang, yang ada botol botol
berjajar, ia tidak akan menendangnya tapi menggelindingkan bole ke arah botol.
Untuk belajar, anak
usia ini harus merasakan langsung. Misalnya, untuk mengenal berat sebuah benda,
ia akan menyentuh, memegang, dan menggerakkannya. Semakin banyak informasi yang
masuk melalui indera akan menambah bank data pengalaman di otaknya sehingga
membuatnya semakin percaya diri saat bertemu dengan benda-benda yang
baru.Apabila anak terlalu banyak berinteraksi dengan gadget berlayar (HP,
tablet, laptop), kesempatannya untuk mendapat banyak informasi melalui indera
akan sangat sedikit. Ia hanya menonton orang yang menari, tapi tidak merasakan
tubuhnya yang bergerak, perubahan gerak udara, perubahan tekanan pada otot.
Tidak ada data yang masuk ke otak, tidak ada yang diintegrasikan sehingga
pengalaman mereka sangat sedikit. Keasyikan menonton juga mengurangi pengalaman
sosialisasi dan berbahasa. Level ini juga merupakan masa penting bagi
koordinasi mata dan tangan. Di usia yang muda, tangan dan jari akan berusaha
meraih atau mencoba melakukan hal yang dilihat oleh mata. Semakin berkembangnya
koordinasi mata dan tangan akan membuatnya siap untuk kegiatan yang lebih
kompleks seperti merakit dan menulis.
Level
Keempat (5-7 tahun)
Level ini tercapai
saat anak masuk SD. Ia akan lebih spesifik dalam menggunakan satu sisi tubuh,
lebih jelas bagian tubuh sebelah mana yang dominan ia gunakan. Akhirnya,
setelah proses sensori integrasi yang panjang dari pengalaman yang banyak,
harga diri anak, kontrol diri dan kepercayaan diri akan terbentuk. IA akan
bersikap tenang dan siaga saat mengikuti pelajaran di sekolah. Insyaallah tak
ada lagi cerita anak yang butuh waktu lama untuk menyelesaikan tugas karena
mencari barang-barang seperti pensil dan penghapus , memberi alasan alih-alih
menyelesaikan tugas, ataupun masalah-masalah seperti konsentrasi dan kekuatan
saat menulis.
Hakekat
dan Ruang Lingkup Belajar pada Pendidikan Anak Usia Dini
1.Karakteristik Cara Belajar Anak Usia Dini
Anak memiliki karakteristik yang berbeda
dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak
juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa.
Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan
dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak
usia dini. Adapun karakterisktik cara belajar anak menurut Masitoh dkk. (2009:
6.9 – 6.12) adalah :
1. Anak belajar melalui bermain.
2. Anak belajar dengan cara membangun
pengetahuannya.
3. Anak belajar secara alamiah.
4. Anak belajar paling baik jika apa yang
dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna,
menarik, dan fungsional.
2.
Karakteristik Pembelajaran untuk Anak Usia Dini
Kegiatan pembelajaran pada anak usia
dini, menurut Sujiono dan Sujiono (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 138), pada
dasarnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat
rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan
pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus
dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
Atas
dasar pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran untuk anak usia dini
memiliki karakteristik sebagai berikut.
a.
Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran
untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi
(Slamet Suyanto, 2005: 133). Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan
sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih.
Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan
serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan.
Hasil belajar anak menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan
teman sebayanya. Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.
b.Pembelajaran
yang berorientasi pada perkembangan
Pembelajaran yang berorientasi pada
perkembangan mengacu pada tiga hal penting, yaitu : 1) berorientasi pada usia
yang tepat, 2) berorientasi pada individu yang tepat, dan 3) berorientasi pada
konteks social budaya (Masitoh dkk., 2005: 3.12).Pembelajaran yang berorientasi
pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat usia anak, artinya pembelajaran
harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai, serta kegiatan belajar
tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia tersebut. Manusia merupakan
makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi pertimbangan guru
dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi, dan memenuhi
harapan anak.
Selain berorientasi pada usia dan
individu yang tepat, pembelajaran berorientasi perkembangan harus
mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat mengembangkan program
pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak dalam konteks keluarga,
masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.
3.Kriteria
Pemilihan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sebagai segala
usaha guru dalam menerapkan berbagai metode pembelajaran untuk mencapai tujuan
yang diharapkan (Masitoh dkk., 20056.3). Ada bermacam-macam strategi
pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru Taman Kanak-kanak. Pemilihan strategi
pembelajaran hendaknya mempertimbangkan beberapa faktor penting, yaitu: a.
karakteristik tujuan pembelajaran, b. karakteristik anak dan cara belajarnya,
c. tempat berlangsungnya kegiatan belajar, d. tema pembelajaran, serta e. pola
kegiatan (Masitoh dkk., 2005: 6.3).
4.
Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
a. Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada
Anak
1. Pendekatan yang melandasi
pembelajaran yang berpusat pada anak
Anak
merupakan individu yang sedang tumbuh dan berkembang. Anak juga merupakan
makhluk yang aktif. Atas dasar fakta tersebut maka dikembangkan strategi
pembelajaran berdasarkan: 1) pendekatan perkembangan dan 2) pendekatan belajar
aktif.
2. Karakteristik pembelajaran yang
berpusat pada anak
Pembelajaran
yang berpusat pada anak memiliki karakteristik sebagai berikut : (Masitoh
dkk., 2005: 8.5 – 8.6).
· Prakarsa kegiatan tumbuh dari anak.
· Anak memilih bahan-bahan dan memutuskan
apa yang akan dikerjakan.
· Anak mengekspresikan bahan-bahan secara
aktif dengan seluruh inderanya.
· Anak menemukan sebab akibat melalui
pengalaman langsung dengan objek.
· Anak mentransformasi dan menggabungkan
bahan-bahan.
· Anak menggunakan otot kasarnya.
3. Sintaks pembelajaran yang berpusat
pada anak
Pembelajaran yang berpusat pada anak
terdiri dari 3 tahap utama, yaitu : tahap merencanakan, tahap bekerja, dan
tahap review.
1) Tahap merencanakan
(planning time)
Pada tahap ini guru member kesempatan
kepada anak-anak untuk merencanakan kegiatan yang akan dilakukannya. Guru,
misalnya, menyediakan alat-alat bermain yang terdiri dari : a) balok-balok
kayu, b) model buah-buahan, c) alat-alat transportasi, d) buku-buku cerita, e)
peralatan menggambar, dan f) macam-macam boneka.
2) Tahap bekerja (work
time)
Setelah memilih kegiatan yang akan
dilakukannya, anak kemudian dikelompokkan berdasarkan kegiatan yang dipilih.
Pada tahap ini anak mulai bekerja, bermain, atau memecahkan masalah sesuai
dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Guru mendampingi siswa,
memberikan dkungan dan siap memberikan bimbingan jika anak membutuhkan.
3) Review / recall
Setelah anak-anak selesai melakukan
aktivitasnya, mereka kemudian diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pengalamannya secara langsung. Pada tahap ini guru berusaha agar ana-anak
mengungkapkan perasaannya dengan tepat.
b.
Strategi Pembelajaran Melalui Bermain
1. Rasional strategi pembelajaran
melalui bermain
Bermain
merupakan kebutuhan anak. Bermain merupakan aktivitas yang menyatu dengan dunia
anak, yang di dalamnya terkandung bermacam-macam fungsi seperti pengembangan
kemampuan fisik motorik, kognitif, afektif, social, dst. Dengan bermain akan
mengalami suatu proses yang menarahkan pada perkembangan kemampuan
manusiawinya.
2. Sintaks pembelajaran melalui bermain
Strategi pembelajaran melalui bermain
terdiri dari 3 langkah utama, yaitu: tahap prabermain, tahap bermain, dan tahap
penutup.
1)
Tahap prabermain
Tahap
prabermain terdiri dari dua macam kegiatan persiapan : kegiatan penyiapan siswa
dalam melaksanakan kegiatan bermain dan kegiatan penyiapan bahan dan peralatan
yang siap untuk dipergunakan.
a)
Kegiatan penyiapan siswa terdiri dari : (1) guru menyampaikan tujuan kegiatan
bermain kepada para siswa, (2) guru menyampaikan aturan-aturan yang harus
diikuti dalam kegiatan bermain, (3) guru menawarkan tugas kepada masing-masing
anak, misalnya membuat istana, membuat, menara, dst., dan (4) guru memperjelas
apa yang harus dilakukan oleh setiap anak dalam melakukan tugasnya.
b)
Kegiatan penyiapan bahan dan peralatan yang diperlukan, misalnya menyiapkan bak
pasir, ember, bendera kecil, dsb.
2)
Tahap bermain
Tahap bermain terdiri dari rangkaian
kegiatan berikut : a) semua anak menuju tempat yang sudah disediakan untuk
bermain, b) dengan bimbingan guru, peserta permainan mulai melakukan tugasnya
masing-masing, c) setelah kegiatan selesai setiap anak menata kembali bahan dan
peralatan permainannya, dan d) anak-anak mencuci tangan.
3)
Tahap penutup
Tahap penutup dari strategi pembelajaran
melalui bermain terdiri dari kegiatan-kegiatan : a) menarik perhatian dan
membangkitkan minat anak tentang aspek-aspek penting dalam membangun sesuatu,
seperti mengulas bentuk-bentuk geometris yang dibentuk anak, dsb., b)
menghubungkan pengalaman anak dalam bermain yang baru saja dilakukan dengan
pengalaman lain, misalnya di rumah, c) menunjukkan aspek-aspek penting dalam
bekerja secara kelompok, d) menekankan petingnya kerja sama.
c.
Strategi Pembelajaran Melalui bercerita
1.
Rasional strategi pembelajaran melalui bercerita
Pencapaian tujuan pendidikan Taman
Kanak-kanak dapat ditempuh dengan strategi pembelajaran melalui bercerita.
Masitoh dkk. (2005: 10.6) mengidentifikasi manfaat cerita bagi anak TK, yaitu
sebagai berikut.
· Bagi
anak TK mendengarkan cerita yang menarik dan dekat dengan lingkungannya
merupakan kegiatan yang mengasyikkan.
· Guru
dapat memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan nilai-nilai positif pada
anak.
· Kegiatan
bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan social, nilai-nilai moral dan
keagamaan.
· Pembelajaran
dengan bercerita memberikan memberikan pengalaman belajar untuk mendengarkan.
· Dengan
dengan mendengarkan cerita anak dimungkinkan untk mengembangkan kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
· Membantu
anak untuk membangun bermacam-macam peran yang mungkin dipilih anak, dan
bermacam layanan jasa yang ingin disumbangkan anak kepada masyarakat.
2.
Sintaks pembelajaran melalui bercerita
Strategi pembelajaran melalui bercerita
terdiri dari 5 langkah. Langkah-langkah dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Menetapkan tujuan dan tema cerita.
2)
Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih, misalnya bercerita dengan membaca
langsung dari buku cerita, menggunakan gambar-gambar, menggunakan papan
flannel, dst.
3)
Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita sesuai
dengan bentuk bercerita yang dipilih.
4)
Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita, yang terdiri
dari: menyampaikan tujuan dan tema cerita, mengatur tempat duduk,
melaksanaan kegiatan pembukaan,mengembangkan cerita,menetapkan teknik bertutur,
mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.
5) Menetapkan rancangan penilaian
kegiatan bercerita
Untuk
mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran dilaksanakan penilaian dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan isi cerita untuk
mengembangkan pemahaman anak aka isi cerita yang telah didengarkan.
d.Strategi
Pembelajaran Melalui Bernyanyi
1.Rasional
strategi pembelajaran melalui bernyanyi
Honig, dalam Masitoh dkk. (2005: 11.3)
menyatakan bahwa bernyanyi memiliki banyak manfaat untuk praktik pendidikan
anak dan pengembangan pribadinya secara luas karena : 1) bernyanyi bersifat
menyenangkan, 2) bernyanyi dapat dipakai untuk mengatasi kecemasan, 3)
bernyanyi merupakan media untuk mengekspresikan perasaan, 4) bernyanyi dapat
membantu membangun rasa percaya diri anak, 5) bernyanyi dapat membantu daya
ingat anak, 6) bernyanyi dapat mengembangkan rasa humor, 7) bernyanyi dapat
membantu pengembangan keterampilan berpikir dan kemampuan motorik anak, dan 8)
bernyanyi dapat meningkatkan keeratan dalam sebuah kelompok.
2.Sintaks
pembelajaran melalui bernyanyi
Strategi pembelajaran dengan bernyanyi
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut.
1)
Tahap perencanaan, terdiri dari: (a) penetapkan tujuan pembelajaran, (b)
penetapan materi pembelajaran, (c) menetapkan metode dan teknik pembelajaran,
dan (d) menetapkan evaluasi pembelajaran.
2)
Tahap pelaksanaan, berupa pelaksanaan apa saja yang telah direncanakan, yang
terdiri dari:
(a)
kegiatan awal : guru memperkenalkan lagu yang akan dinyanyikan bersama dan
memberi contoh bagaimana seharusnya lagu itu dinyanyikan serta memberikan
arahan bagaimana bunyi tepuk tangan yang mengiringinya.
(b)
Kegiatan tambahan : anak diajak mendramatisasikan lagu, misalnya lagu Dua Mata
Saya, yaitu dengan melakukan gerakan menunjuk organ-organ tubuh yang ada dalam
lirik lagu.
(c)
Kegiatan pengembangan : guru membantu anak untuk mengenal nada tinggi dan rendah
dengan alat musik, misalnya pianika.
3)
Tahap penilaian, dilakukan dengan memakai pedoman observasi untuk mengetahui
sejauh mana perkembangan yang telah dicapai anak secara individual maupun
kelompok.
e.
Strategi Pembelajaran Terpadu
1.
Rasional strategi pembelajaran terpadu
Anak adalah makhluk seutuhnya, yang
memiliki berbagai aspek kemampuan, yang semuanya perlu dikembangkan. Berbagai
kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat berkembang jika ada stimulasi untuk hal
tersebut. Dengan pembelajaran terpadu, pembelajaran yang mengintegrasikan ke
dalam semua bidang kurikulum atau bidang-bidang pengembangan, berbagai
kemampuan anak yang ada pada anak diharapkan dapat berkembangan secara optimal.
2.Karakteristik
strategi pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadu memiliki
karakteristik : 1) dilakukan melalui kegiatan pengalaman langsung, 2) sesuai
dengan kebutuhan dan minat anak, 3) memberikan kesempatan kepada anak untuk
menggunakan semua pemikirannya, 4) menggunakan bermain sebagai wahana belajar,
5) menghargai perbedaan individu, dan 6) melibatkan orag tua atau keluarga
untuk mengoptimalkan pembelajaran (Masitoh dkk., 2005: 12.10).
3.Prinsip-prinsip
strategi pembelajaran terpadu
Strategi pembelajaran terpadu
direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip: 1) berorientasi pada
perkembangan anak, 2) berkaitan dengan pengalaman nyata anak, 3)
mengintegrasikan isi dan proses belajar, 4) melibatkan penemuan aktif, 5)
memadukan berbagai bidang pengembangan, 6) kegiatan belajar bervariasi, 7)
memiliki potensi untuk dilaksanakan melalui proyek oleh anak, 8) waktu
pelaksanaan fleksibel, 9) melibatkan anggota keluarga anak, 10) tema dapat
diperluas, dan 11) direvisi sesuai dengan minat dan pemahaman yang ditunjukkan
anak (Masitoh dkk., 2005: 12.10).
4.Manfaat
strategi pembelajaran terpadu
Ada beberapa manfaat dari strategi
pembelajaran terpadu, yaitu: 1) meningkatkan perkembangan konsep anak, 2)
memungkinkan anak untuk mengeksplorasi pengetahuan melalui berbagai kegiatan,
3) membantu guru dan praktisi lainnya untuk mengembangkan kemampuan
profesionalnya, dan 4) dapat dilaksanakan pada jenjang program yang berbeda,
utnuk semua tingkat usia, dan untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
5.Tahap
pembelajaran terpadu
Prosedur pelaksanaan pembelajaran
terpadu terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Masitoh dkk., 2005: 12.19
– 12.20).
1) Memilih tema
Pemilihan
tema untuk pembelajaran terpadu dapat bersumber dari: (a) minat anak, (b)
peristiwa khusus, (c) kejadian yang tidak diduga, (d) materi yang dimandatkan
oleh lembaga, dan (e) orang tua dan guru.
Ada
beberapa kriteria untuk pemilihan tema, yaitu: (a) relevansi topik dengan
karakteristik anak, (b) pengalaman langsung, (c) keragaman dan keseimbangan
dalam area kurikulum, (d) ketersediaan alat-alat, dan (e) potensi proyek.
2) Penjabaran tema
Tema yang sudah diplih harus dijabarkan
ke dalam sub tema-sub tema dakan konsep-konsep yang didalamnya terkandung
istilah (term), fakta (fact), dan prinsip (principle),
kemudian dijabarkan ke dalam bidang-bidang pengembangan dan kegiatan belajar
yang lebih operasional.
3) Perencanaan
Perencanaan harus dibuat secara tertulis
sehingga memudahkan guru untuk mengetahui langkah-langkah apa yang harus
ditempuh. Tentukan tujuan pembelajaran, kegiatan belajar, waktu,
pengorganisasian anak, sumber rujukan, alat-permainan yang diperlukan, dan
penilaian yang akan dilakukan.
4) Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan dan
dikembangkan kegiatan belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pada
saat proses berlangsung dilakukan pengamatan terhadap proses belajar yang
dilakukan oleh anak.
5) Penilaian
Penilaian
dilakukan pada saat pelaksanaan dan pada akhir kegiatan pembelajaran dengan
tujuan untuk mengamati proses dan kemajuan yang dicapai anak melalui kegiatan
pembelajaran terpadu.
E.
Peranan Psikologi Pendidikan pada Anak Usia Dini
’Anak Usia Dini’’’ oleh Beeker
dikelompokkan pada anak yang berusia antara 3-6 tahun, anak usia tersebut
biasanya mengikuti program pendidikan dini atau kindergarten. Dalam bukunya, Soemiarti (2003),
menyebutnya anak prasekolah, yang di Indonesia biasanya mengikuti program
di Tempat Penitipan Anak, Pendidikan
anak usia dini,
dan Taman Kanak-kanak.
Pendidikan anak usia dini (PAUD)
adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal. Dan Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkem-bangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Th 2003 Ttg
Sisdiknas).
.
Penyelenggaraan PAUD menjadi sangat
penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang
terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia
dini sering disebut sebagai the golden age (usia emas). Berbagai hasil
penelitian menyimpulkan bahwa perkembangan yang diperoleh pada usia dini sangat
mempengaruhi perkembangan anak pada tahap berikutnya dan meningkatkan
produktifitas kerja di masa dewasa (Suderadjat, 2005: 135). Perlu dipahami
bahwa anak memiliki potensi untuk menjadi lebih baik di masa mendatang, namun
potensi tersebut hanya dapat berkembang manakala diberi rangsangan, bimbingan,
bantuan, dan/atau perlakuan yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangannya.
Proses Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Dini
1.
Masa
Peka ; masa yg sensitif dalam penerimaan stimulasi dari lingkungan
2.
Masa
egosentris ; sikap mau menang sendiri, selalu ingin dituruti sehingga
perlu perhatian dan kesabaran dari orang dewasa / pendidik
3.
Masa
berkelompok ; anak-anak lebih senang bermain bersama teman sebayanya,
mencari teman yang dapat menerima satu sama lain.
4.
Meniru
; anak merupakan peniru ulung yang dilakukan terhadap lingkungan sekitarnya.
5.
Masa
Eksplorasi (penjelajahan) ; masa menjelajahi pada anak
Pendidikan anak usia
dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan
kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama)
bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya
pendidikan anak usia dini yaitu:
1.
Tujuan
utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh
dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan
yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di
masa dewasa.
2.
Tujuan
penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik)
di sekolah.
Rentangan anak usia
dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun.
Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di
beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
1.
Infant
(0-1 tahun)
2.
Toddler
(2-3 tahun)
3.
Preschool/
Kindergarten children (3-6 tahun)
4.
Early
Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Satuan Pendidikan Penyelenggara
10.
Keluarga
11.
Lingkungan
Penyelenggaraan pendidikan usia dini
harus diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan anak, yaitu pendidikan yang
berdasarkan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan sang anak. Oleh karena itu,
peran pendidik sangatlah penting. Pendidik harus mampu memfasilitasi aktivitas
anak dengan material yang beragam. Pengertian pendidik dalam hal ini tidak
hanya terbatas pada guru saja, tetapi juga orang tua dan lingkungan. Seorang
anak membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh dan berkembang dengan
baik. Dengan kata lain, kurikulum yang diterapkan dalam PAUD tidak harus sesuai
dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Kurikulum
PAUD harus mengacu pada penggalian potensi kecerdasan yang dimiliki anak,
sehingga peran guru hanya untuk mengembangkan, menyalurkan, dan mengarahkannya
saja.
Dalam upaya pembinaan terhadap
satuan-satuan PAUD tersebut, diperlukan adanya sebuah kerangka dasar kurikulum
dan standar kompetensi anak usia dini yang berlaku secara nasional. Kerangka
dasar kurikulum dan standar kompetensi adalah rambu-rambu yang dijadikan acuan
dalam penyusunan kurikulum dan silabus (rencana pembelajaran) pada
masing-masing tingkat satuan pendidikan
0 komentar:
Posting Komentar